Kami sadar bahwa kami bukan sejarawan. Kami bekerja tidak dengan perangkat metodologi yang kakau, melainkan dalam semacam permainan keseimbangan. Kami mempertimbangan ketepatan data, kepatuhan tenggat, dan keinginan mengangkat pesona sejarah ke permukaan”
Itulah sepenggal testimoni yang ditulisakan Redaktur
Eksekutif majalah TEMPO ini dalam kata pengantarnya. Buku berbau ilmu
jurnalistik investigasi yang dipadukan dengan hasrat pengungkapan sejarah
menjadi sangat apik apabila dibahas dengan lugas dan dalam takaran yang pas.
Kita tau selama ini banyak sekali hal yang berkaitan dengan peristiwa infiltrasi
komunisme Indonesia yang telah dikubur dalam-dalam oleh pemerintahan Orde baru.
Mungkin paham ini bagi mereka dianggap semacam Rahwana yang memiliki ajian Pancasona.
Munawar Muso, lahir pada tahun 1987 di kabupaten kediri Jawa
timur. Musso yang sejak remaja telah aktif di sarekat Islam hingga pada saat
umurnya cukup matang, ia masuk ke dalam Hotel prodeo Belanda. Menjadi anggota
PKI, dimasukkan lagi ke dalam Hotel Prodeo yang setia menantinya.
Perlawanan-perlawanan yang di lakukannya terhadap belanda bukanlah tanpa
perncanaan. kehadirannya dalam forum-forum
internasional, rencananya untuk menemui Stalin untuk persetujuannya atas aksi
pemberontakan PKI di Indonesia pada masa akhir penjajahan belanda membuat
beliau menjadi tokoh PKI yang sangat disegani.
Licinnya pergerakan Musso dalam meloloskan diri dari setiap
pemberontakan yang dilakukannya, baik perkelanaannya ke luar negeri hingga
penggalangan diplomasi dengan Uni Soviet pun dilakukannya.
Pasca kemerdekaan Indonesia, Musso, sebagai perumus “Jalan Baru untuk Republik Indonesia”
telah mengubah haluan politik komunis Indonesia. Musso mengaggap pergerakan
komunis Indonesia saat itu masih terlalu lembek. Menurut Musso, revolusi
Indoensia bukanlah revolusi proletariat, melainkan revolusi borjuis, sehingga
harus ada front yang dipimpin orang-orang proletariat.
Langsung saja kita lompat ke akhir perjalanannya. Peristiwa
Madium meletus, operasi penumpasan pemberontakan hanya dilakukan dalam semalam.
Hampir 200 simpatisan serta tokoh PKI ditangkap, pers yang berafiliasi dengan
PKI dibredel. Banyak yang mengungkapkan bahwa aksi yang dilancarkan di Madiun
tersebut begitu belum matangnya, sehingga mampu di sapu bersih dalam waktu
singkat. Dalam waktu dua pekan tentara yang dipimpin oleh Panglima besar
jendral Soedirman mampu kembali menguasai Madiun.
Maka berakhirlah cerita petualangan Musso. Ditembak mati oleh
tentara yang memburunya di Ponorogo. Syahdan, membawa kesengsaraan lain bagi
ribuan anggota partai Komunis Indonesia, ditangkp, dibui, bahkan para elitnya
dieksekusi mati.
No comments:
Post a Comment