Monday, May 19, 2014

Baduy, Struggle in Purity from Impurity

Ini semi backpacer yang adanya cuma melalui open trip to baduy dalam.
Ini keakraban tiada tara bagi kelima pejuang tapak kaki yang ledes dimakan jalan setapak.
Ini adalah penelusuran jalan setapak yang tak lagi berukuran setapak.
Inilah baduy dalam.

Dibalik perjalanan ini hanya kita dan Tuhan yang tau sesuatu terjadi sebelumnya. Titik kulminasi yang tak disangka sangka akan hadir begitu luar biasanya. Takkan kubiarkan ia terluap disini, biarlah cukup di benak ku dan dirimu saja.

Perjalanan ini punya begitu banyak cerita yang tak bisa aku jabarkan setiap detiknya. Biarlah bagiku dan bagi kami saja yang menapaki perjalanan ini, kemudian menyimpannya dalam tiap sel tubuh beriringan dengan rasa nikmatnya perjalanan. Tapi aku ingin membagi sedikit ketakjuban sekaligus kegelisahan terhadap baduy dalam kita.

Tak banyak suku-suku pedalaman khususnya di pulau jawa yang masih bertahan akan tradisi dan adatnya yang luhur. Tak banyak yang selamat mempertahankan kearifan mereka ditengah hantaman modernisasi yang begitu melukai mereka. Baduy salah satunya, teguh bertahan meski tak pelak goyah diserbu pendatang.
Termasuk perjalanan kami ini pun aku yakin melukai mereka perlahan.

Aku ingin menyoroti sifat mereka yang begitu teduh, menerima tamu dengan begitu hangat. Melayani bagai sudah ada jalinan persaudaraan. Padahal kenal nama kami saja pun tidak, nama mereka pun kerap lupa dalam ingatan, kerap sulit membedakan mereka satu dengan yang lain. Memang beberapa terlihat mirip. Yah.. memang karena tradisi mereka yang menjodohkan anaknya dengan sesama penduduk baduy dalam juga. Maka jadilah gen yang terus berputar di komunitas itu-itu saja.

Sepanjang perjalanan seringkali aku perhatikan gelagat mereka. Terutama yang tua dan yang anak-anak. Seperti masih benar-benar murni dan belum terpengaruh banyak hal dari luar. Kalau yang remaja dan umur 20an itu sudah bukan baduy dalam hati mereka. Aku yakin mereka ingin bebas. Kitalah racunnya. Sang bapak yang sudah beruban masih kuat dan masih tahan berjalan panjang. Beberapa orang dalam kelompok open trip ini kadangkala mengomentari tentang bentuk kaki, ukuran badan, otot, pergelangan kaki, tapaknya dan lainnya di depan mereka langsung. Aku pikir itu sangat tidak etis. Mereka juga manusia. Aku sempat mendengar kata-kata sang bapak, “ah.. bapak malu nak seperti ini”, sambil melihat ke arah kakinya. Tega kah kalian berbicara mengenai keunikan mereka di telinga mereka?

Celotehan-celotehan lain yang terkadang membuatku risih. “mereka jalan begitu kuat, bahkan tanpa minum juga sanggup”

Aku menawari sang bapak minum, beliau malu menerimanya. Aku perhatikan bibirnya yang kering. Nafasnya pun tersengal. Sambil ragu mengambil tawaranku, akhirnya di tuangkannya setengah botol minumku pada botolnya. Pun diserahkannya lagi pada anaknya. Begitu lembut dan penuh kasih. Bagaimana tanggapan mu pada celotehan diatas seperti membicarakan mereka bagaikan makhluk lain yang berbeda dari manusia? Begitu kerdil otaknya. Begitu lemah perasaannya.

Di hari pertama, jumat malam. Suasana begitu sepi.
Mereka begitu menyukai ikan asin, bahkan ketika ada seorang dari rombongan kami yang salah membawa ikan sebagai oleh-oleh untuk mereka, tampak kekecewaan yang sangat dalam di wajah mereka sekeluarga. Bagaikan tak kebagian emas dari jarahan perang. Apakah hanya karena ikan asin ini wahai saudara ku baduy, kalian menggadaikan wilayah kalian untuk di jamah orang-orang kota ini? Semakin banyak lagi yang datang di hari sabtu. Perkampungan sudah seperti kamp pengungsian masyarakat kota dari kepenatan mereka sehari hari. Membawa beban pada sang baduy yang arif.

Apakah teknologi yang kita miliki dibutuhkan oleh mereka? Tidak. Beratus tahun mereka seperti itu. Tak ada masalah. Mereka hanya ingin dibiarkan. Biarkan kedamaian melingkupi desa cibeo. Biarkan kemurnian itu tetap murni seperti itu. Racun racun yang datang berkedok sebagai tamu tak usahlah dibiarkan masuk. Meminjam kata-kata dari NatGeo : mereka terlalu sopan untuk menolak kedatangan kita. Ah.. kenapa kau begitu baik.

selesai.

salut for them. little heroes from baduy dalam.

-Faisal, Rizqah, Umil, Ratna, Tino-