Thursday, August 15, 2013

Kisaran, My Hometown

Aneh memang namanya, Kisaran, nama macam apa itu, hehe. Tapi semuanya pasti punya asal usul kan.

Menurut buku Cerita Rakyat: ”Legenda Kisaran Naga” yang dikarang oleh Bapak. R. Sutrisman, M.E.S.Sos. bahwa nama Kisaran diambil dari sebuah perkampungan yang disebut Kampung Kisaran Naga.
Sungai Silau
”pada suatu hari hujan turun sangat lebat, petir sambung menyambung, angin topan bertiup sangat kencang, kayu ara dan pohon kelapa di tepi sungai bertumbangan. Sehingga orang-orang kampung pun berhamburan keluar rumah karena takut tertimpa pohon yang roboh . air-air sungai mendadak naik sampai ke bibir sungai. Dalam kepanikan itu tiba-tiba salah seorang warga melihat ada makhluk yang berkisar-kisar di bawah timbunan pepohonan yang tumbang. Dan rumput kelayau pun terkuak seolah-olah ada yang membuka. Ia pun berteriak ”naga berkisar,....naga berkisar.....” orang kampung pun segera mendekati orang yang berteriak tersebut. ”mana ular naganya??” orang yang pertama melihatpun menunjuk ke arah tumpukan pepohonan yang tumbang ”itu........., tengoklah”. Mereka melihat dengan jelas seekor ular besar seperti naga tubuhnya bahkan lebih besar dari pohon durian tua dan sangat panjang. Tubuh ular itu sudah berselimut, bahkan rumput-rumputan sudah tumbuh di atasnya. Ular naga itu terus bergerak berkisar dengan mengibas-ngibaskan ekornya untuk menyingkirkan pepohonan yang menimpa tubuhnya. Lalu ia menuju ke sungai yang sudah meluap dan menghanyutkan diri ke hilir sungai silau, sampai ke muara sungai Asahan di Tanjung Balai.

Itulah sekelumit dongeng asal mula nama ”Kisaran” 

Aku dilahirkan di kota ini, dibesarkan di sini, sekolah disini, bermain di berbagai sudutnya. Sembilan belas tahun sudah aku bersamanya, tentulah sudah banyak perubahan dimana-mana. Satu yang tak berubah kurasa, orangnya. Ya aku tau, sifat masyarakatnya masih tetap sama seperti dulu meski serangan individualistik perkotaan memang merangsek di sebagian besar tampak luar penduduknya, namun sifat alamiahnya masih tetap bertahan. Sedikit susah juga menjelaskannya, apalagi aku bukan ahli sosiologi, meskipun begitu dari pengamatanku selama hidup di kota ini ada hal yang aku rasa cukup menonjol, yaitu rasa kedamaian dan sifat santai masyarakatnya. Dengan segudang permasalahan yang pasti dimiliki setiap individunya, tapi setiap sore lihatlah keramaian jalan yang dipenuhi kendaraan bermotor berjalan santai di sisi kiri badan jalan. Tidak hanya di malam minggu, setiap hari mulai dari pukul 5 sore, biasanya lebih banyak ABG labil sebenarnya, tapi orang-orang dewasa juga tidak mau ketinggalan. Bahkan pada kondisi harga BBM yang selangit ini saja sepertinya sulit untuk membendung mereka menikmati suasana damai kota di sore hari dengan slow riding motion.

Dilihat pagi hari, sangat berbeda apabila dibandingkan dengan kota bogor, kecepatan pergerakan roda ekonominya juga begitu santai. Mungkin karna tidak terlibat langsung, tapi itulah yang terlihat secara kasat mata.
Tugu Perjuangan, di jantung kota Kisaran

Ibu kota kabupaten Asahan ini juga belum memiliki pusat perbelanjaan yang biasanya sudah menjadi bangunan lazim yang terdapat pada kota-kota tetangga, mungkin para investor enggan menanamkan modalnya untuk itu karena melihat daya ekonomi yang kurang bergairah di kota ku ini. Namun itu bukanlah sebuah ukuran tentunya, tinjauan lain yaitu dengan adanya toko-toko baru bermunculan setiap aku kembali ke kota ini. Terkadang membuat aku tersenyum melihat sisi kiri-kanan jalan melihat toko, resto, bahkan tempat tukang pangkas baru. Artinya ada kemajuan cukup berarti walau perlahan. Sempat tebesit ingatan cita-cita lama yang terpendam, membangun monopoli bisnis di kota ini, membangun berbagai macam toko dan membuka berbagai macam bisnis di sini, dalam satu komando di tanganku. Hehe. Dulu itu aku ingat berfikir seperti itu karena sehabis nonton suatu film yang aku lupa judulnya.

Jalan Lintas Sumatera (bagian Timur) dalam wilayah kota Kisaran
Tidak ada yang begitu spesial atau sangat unik dari kota ini yang bisa mengangkatnya di kancah nasional saja, atau mungkin belum tereksplorasi. Sama saja dengan kota-kota tetangga di sumatra utara di tepian timur ini, sudah barang tentu kotanya selalu di kelilingi oleh daratan luas yang ditanami pohon kelapa sawit atau pohon karet. Muak sebenarnya melihat pemandangan di sepanjang jalan lintas sumatera itu yang selalu menyuguhkan pemandangan barisan pohon-pohon sawit. Tapi mau bagaimana lagi, memang inilah penyumbang salah satu kebanggaan Indonesia di dunia yaitu sebagai produsen nomor 1 Crude Palm Oil (CPO). Semoga saja industri hilirnya juga terus berkembang memajukan Sumatera dan Indonesia pstinya. Jangan puas hanya dengan produksi bahan mentah. okay? hehe. segini dulu lah.

bersambung...



2 comments:

  1. alhamdulillah akhirnya ngepost juga.
    broh, ganti warna fontnya bisa? janganlah biru. susah dibaca. yeah.. cuma saran aja.

    ReplyDelete