Friday, December 20, 2013

'Cause That’s What Friends are Supposed to Do

Sahabat, kita bertemu dalam suatu waktu, pun berpisah dalam waktu yang lain. Tapi di zaman sekarang ini kau tau sendiri kan tak ada yang mamapu memisahkan manusia dalam jarak. Jadi bukankah kita sepakat kalau takkan pernah ada kata perpisahan diantara kita?

Kalau bercerita tentang sahabat, sebenarnya aku sendiri sampai sekarang masih belum mengerti padanan aktifitas yang tepat dibalik 7 huruf sakral itu, sahabat. Apakah seorang sahabat adalah orang yang plaing mengerti diri kita, kita mengerti dirinya? Selalu ada disaat kita membutuhkan, dan kita pun selalu bersedia kala dia membutuhkan?

Seperti bait lirik lagu bruno mars yang sangat aku sukai ini, Count on Me.

You can count on me like 1 2 3, I’ll be there
And I know when I needed I can count on you
Like 4 3 2 and you’ll be there
Coz that’s what friends are supposed to do

Tapi aku rasa itu masih terlalu sempit. Bukankah ini semua urusan hati dan tulisan di bait tadi hanya menunjukkan keterkaitan jual dan beli pertolongan. Dalam jalinan persahabatan, sesungguhnya yang tertulis pada bait itu merupakan suatu tingkatan yang paling standar untuk dilakukan. Aku ingin menganalisis apa lagi sebenarnya yang mencirikan kuatnya suatu persahabatan, bukan hanya sekedar kepentingan saling butuh dan bantu saja yang terlihat sangat membosankan.

Berbagi
Tidak ada persahabatan yang masuk kedalam tingkatan pertautan hati yang kuat tanpa adanya saling berbagi kisah. Banyak hal yang biasanya dibicarakan, masa lalu, cita-cita masa depan, pemikiran, pendirian, dan berbagai macam cerita lainnya. Dari sinilah dimulai proses saling mengerti. Aku harus pintar menganalisis dirimu sahabat.

Pengertian
Dari segala cerita yang kita bagi bersama, aku akan dapat mengetahui apa yang kau butuhkan, apa yang kau inginkan, apa yang menjadi pendirian dan pemikiran mu, dan apa pula kisah masa lalu mu. Itulah dasar aku bersikap kepada mu sahabat. Aku akan mencoba sebisa mungkin untuk tidak melukai perasaan mu. Tapi kau juga harus mengerti segala perbuatanku yang tentunya tidak mungkin ada manusia yang benar-benar selaras, maka dari itu aku butuh dukungan mu dan juga tamparan keras dari mu.

Dukungan
Ingat sahabat, kau bukanlah diriku, dan aku juga bukan dirimu. Camkanlah bahwa kau tidak akan pernah bisa merubah aku, begitu pula diriku, kecuali Allah menghendaki. Jangan pernah bendung diriku apabila aku tidak sejalan dengan pemikiran mu. Dukunglah aku apabila aku masih berada dalam koridor yang benar. Dukunglah segala sepak terjangkau.

Tamparan
Sahabat, kau juga tau mana yang baik dan mana yang buruk. Aku juga manusia biasa dan aku tau aku tak mungkin berjuang sendiri. Aku butuh teguran mu, atau bahkan tamparan mu untuk mengingatkan ku kembali ke jalan yang lurus. Aku tidak akan marah, aku akan sangat senang mendapatkannya karena aku mengerti artinya kau peduli. Temanilah aku melaju di koridor yang benar itu.
Berikanlah aku nasihat karena aku membutuhkannya, berikanlah aku pertimbangan-pertimbangan agar aku bisa berfikir dalam menentukan sesuatu, berikanlah aku kritik yang membangun diriku menjadi lebih besar lagi. Berikanlah aku hal itu dan pastikan juga bahwa aku memberikan semua hal itu pada mu, sahabat.

If you forget how much you realy mean to me, every day I will remind you.


Tuesday, December 10, 2013

Membumi, Mendunia.

Siang tadi aku melintasi ruang dekanat fakultas sebelah kemudian memperhatikan dua kata itu yang dihubungkan dengan kata penghubung “dan”, tercetak rapi di dinding kaca lobinya. Tulisan tersebut benar-benar mentereng diantara ornamen ruangan lainnya sehingga mata manusia pasti tidak bisa melewatkan tulisan yang terpampang sombong berkilatan terkena cahaya lampu itu. Sebenarnya bukan baru pertama kali ini aku melihatnya, tapi entah kenapa kali ini terlihat begitu bermakna.

Aku sangat suka dengan visi dekanat sebelah itu. Rasanya, visi itulah yang saat ni dibutuhkan bangsaku. Interpretasi awam ku mengartikan frase tersebut sebagai pengangkatan drajat bangsa dengan segala sumberdayanya menuju tataran persaingan bangsa-bangsa di dunia. Down to the earth and go Internasionalized or Globalized. Sungguh suatu cerminan kebijakan yang sangat luar biasa, dimana kita, dengan segala kemampuan yang kita miliki, mendekat pada bumi pertiwi, membawa ruh garuda dengan jasad nusantara, bertarung penuh percaya diri di ring internasional.

Sayangnya, tahapan pertama yang harus dipenuhi yakni membumi belum lagi kita lakukan, sehingga kita pun belum mungkin untuk mendunia. Mungkin ini hanya anggapan ku saja, mungkin juga bisa diartikan sebagai keraguanku terhadap kemampuan anak bangsa, saudara-saudaraku sendiri. Tapi jelas aku melihat ketimpangan yang sangat besar antara mahasiswa, kaum intelektual, dengan masyarakat Indonesia pada umumnya, belum pula dibandingkan dengan masyarakat di pelosok negeri ini. Jelas kita belum membumi.

Lihat Jepang, dengan kultur dan kebudayaan kuatnya mampu membawa bangsanya menjadi terkemuka di dunia, menjadi mendunia. Jepang juga tak lantas terjebak dalam kekolotan tradisi nenek moyangnya. Mereka juga melakukan adaptasi sehingga ilmu-ilmu modern barat dapat mereka kuasai dan mereka gunakan sebaik-baiknya untuk bangsa Jepang, meratakan penyerapan ilmu-ilmu ke setiap penjuru jepang, serta melakukan inovasi atas dasar kebutuhan masyarakatnya. Mereka itu telah membumi.

“Ibaratnya begini, jepang adalah tanahnya dan barat adalah benihnya, jadi walaupun yang tumbuh adalah pohon barat, tetapi pohon tadi telah memeiliki sifat-sifat khas jepang.” Kata Soe Hok Gie dalam script film garapan Riri Riza.

Mungkin tulisan ini bisa dianggap sebagai tulisan pengecut yang ingin melarikan diri dari Asean Economic Community 2015 dengan mencari-cari 1001 alasan. Terserah, tapi Indonesia bukan hanya milik orang-orang berilmu yang ambisius, Indonesia ini juga punya mereka yang di pelosok sana. Orang-orang ambisius itu, aku yakin sudah sangat siap, tapi mereka?

Aku jadi ingin semakin membumi, membawa amanah ilmu di perguruan tinggi negeri ini kembali kepada mereka yang memberi subsidi. Agroindustry down to earth.

Monday, December 9, 2013

Furin Kazan (Strategi Penaklukan Benteng-Yamamoto Kansuke)

Fu rin ka zan (Secepat angin, sebijak hutan, seganas api, dan seteguh gunung) 

Itulah semboyan yang selalu tertanam dalam otak setiap prajurit dan berkibar dalam panji-panji yang dituliskan dalam benang emas klan Takeda. Kecepatan serangan, kebijakan mengambil keputusan dan strategi, menyerang dengan sungguh – sungguh dan bertahan tak tergoyahkan. Inilah kisah luar biasa dari klan Takeda yang mampu menandingi Uesugi Kenshin Kagetora.

Seluruh kisah peperangan, ekspansi kekuasaan, dan penaklukan benteng ini berpusat pada diri sang ronin tua bernama Yamamoto Kansuke. Umurnya memang tak lagi muda, namun keahlian pedangnya tak bisa dianggap remeh. Satu yang paling luar biasa dari diri orang tua ini, kebijaksanaan dan visinya. Penaklukan benteng, mempertahankan jalur kekuasaan dan penerus klan, pengaturan strategi mulai dari pertempuran head to head sampai pengaturan psikologis di belakang layar.

Harunobu atau yang dikenal sebagai Shingen, panglima tertinggi klan Takeda ini juga sangat menghormati Kansuke. Pun aura kepemimpinan sang panglima juga sangat disanjung oleh kansuke. Bahkan kansuke merencanakan hingga keberlanjutan kekuasaan klan takeda, seperti pengaturan pernikan sang panglima sampai kampanye peperangan pertama anaknya, Katsuyori. Sangat aneh rasanya soarang yang sudah tua ini mampu mengatur banyak hal hingga ke detail-detail yang bahkan tak pernah terpikirkan pimpinan dan ahli strategi perang manapun. Abdinya pada sang panglima dan keluarga Takeda memang tak bisa digoyahkan.

Cita-citanya adalah mengalahkan Uesugi Kenshin Kagetora, sorang panglima perang berusia muda dari klan Echigo yang memiliki nama besar dan ditakuti oleh semua klan di zaman Sengoku Jidai. Peperangan yang mempertemukan mereka adalah salah satu pertempuran terbesar yaitu pertempuran Kawanakajima. Semua usahanya mendukung dan memenangkan setiap peperangan yang dilakukan oleh klan Takeda tak lain hanya untuk memenuhi hasrat dan ambisinya sebagai ahli strategi penakluk setiap benteng dan tentunya, ambisi untuk mengalahkan Uesugi Kenshin.

Ambisinya tak pernah termakan oleh usia. Inilah kisah sang Yamamoto Kansuke, sang ahli strategi penakluk benteng.