Siang tadi aku melintasi ruang dekanat fakultas sebelah
kemudian memperhatikan dua kata itu yang dihubungkan dengan kata penghubung
“dan”, tercetak rapi di dinding kaca lobinya. Tulisan tersebut benar-benar
mentereng diantara ornamen ruangan lainnya sehingga mata manusia pasti tidak
bisa melewatkan tulisan yang terpampang sombong berkilatan terkena cahaya lampu
itu. Sebenarnya bukan baru pertama kali ini aku melihatnya, tapi entah kenapa
kali ini terlihat begitu bermakna.
Aku sangat suka dengan visi dekanat sebelah itu. Rasanya,
visi itulah yang saat ni dibutuhkan bangsaku. Interpretasi awam ku mengartikan
frase tersebut sebagai pengangkatan drajat bangsa dengan segala sumberdayanya
menuju tataran persaingan bangsa-bangsa di dunia. Down to the earth and go Internasionalized or Globalized. Sungguh
suatu cerminan kebijakan yang sangat luar biasa, dimana kita, dengan segala
kemampuan yang kita miliki, mendekat pada bumi pertiwi, membawa ruh garuda
dengan jasad nusantara, bertarung penuh percaya diri di ring internasional.
Sayangnya, tahapan pertama yang harus dipenuhi yakni membumi
belum lagi kita lakukan, sehingga kita pun belum mungkin untuk mendunia. Mungkin
ini hanya anggapan ku saja, mungkin juga bisa diartikan sebagai keraguanku
terhadap kemampuan anak bangsa, saudara-saudaraku sendiri. Tapi jelas aku
melihat ketimpangan yang sangat besar antara mahasiswa, kaum intelektual, dengan
masyarakat Indonesia pada umumnya, belum pula dibandingkan dengan masyarakat
di pelosok negeri ini. Jelas kita belum membumi.
Lihat Jepang, dengan kultur dan kebudayaan kuatnya mampu
membawa bangsanya menjadi terkemuka di dunia, menjadi mendunia. Jepang juga tak
lantas terjebak dalam kekolotan tradisi nenek moyangnya. Mereka juga melakukan
adaptasi sehingga ilmu-ilmu modern barat dapat mereka kuasai dan mereka gunakan
sebaik-baiknya untuk bangsa Jepang, meratakan penyerapan ilmu-ilmu ke setiap
penjuru jepang, serta melakukan inovasi atas dasar kebutuhan masyarakatnya. Mereka
itu telah membumi.
“Ibaratnya begini, jepang adalah tanahnya dan barat adalah
benihnya, jadi walaupun yang tumbuh adalah pohon barat, tetapi pohon tadi telah
memeiliki sifat-sifat khas jepang.” Kata Soe Hok Gie dalam script film garapan
Riri Riza.
Mungkin tulisan ini bisa dianggap sebagai tulisan pengecut
yang ingin melarikan diri dari Asean Economic Community 2015 dengan
mencari-cari 1001 alasan. Terserah, tapi Indonesia bukan hanya milik orang-orang berilmu
yang ambisius, Indonesia ini juga punya mereka yang di pelosok sana. Orang-orang
ambisius itu, aku yakin sudah sangat siap, tapi mereka?
Aku jadi
ingin semakin membumi, membawa amanah ilmu di perguruan tinggi negeri ini kembali kepada mereka yang memberi subsidi. Agroindustry down to earth.
No comments:
Post a Comment