Friday, September 6, 2013

Indonesian's Epic Tetralogy (part 2)

Jejak Langkah

"Ilmu pengetahuan, Tuan-tuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat-hebat manusia dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya."


Melanjutkan Perjalanan Raden Mas Minke yang akhirnya bisa pergi ke Batavia untuk menempuh pendidikan sebagai mahasiswa di STOVIA. Sang calon dokter ini tidak mendapatkan passionnya di sini, dia tetap menulis, berhubungan dengan orang-orang pentin Gubermen hindia belanda, dan bahkan menjalin cinta kasih dengan seorang Tionghoa, Ang San Mei, seorang wanita yang sangat loyal pada bangsanya. Pergerakan Mingke mulai terbentuk di sini, tulisan – tulisannya mulai berbahasa Melayu, meninggalkan kebiasaan lamanya membuat tulisan dengan bahasa Belanda. Bahasa merupakan pintu gerbang informasi dan pengetahuan. Kebanyakan bangsanya telah mengerti dengan bahasa Melayu ketimbang bahasa belanda yang hanya diketahui oleh para terpelajar pribumi saja.

Bersama Ang San Mei istrinya, ia juga melihat bagaimana organisasi yang berjalan di tubuh Tiionghoa Hwe Koan (THHK) untuk memeprjuangkan revolusi di Tiongkok. Ang San Mei yang merupakan anggotanya juga terus aktif menyokong organisasi ini. Bahkan sampai akhirnya tubuh Ang San Mei yang lemah jatuh sakit dan meninggal. Cukup tragis cerita yang mendasari kematiannya itu.

Mingke dikeluarkan dari Stovia di tahun ke-5. Dia tidak menyesal dan bahkan bersukur. Dari sini dimulailah Jejak Langkah perintisan organiasasi yang akan di tancapkan oleh Sang Pemula. Dia meulai membentuk Sjarikat Prijaji. Membangun Mingguan ‘Medan’ yang berbahasa Melayu sebagai media cetak pribumi Pertama. Meski Sjarikat Prijaji tidak berjalan bahkan padam, namun ‘Medan’ Justru melambung hingga membentuk harian ‘Medan’. Kemunculan Boedi Oetomo menjadi pukulan besar baginya. Organisasi ini hanya menerima anggota berbangsa jawa dengan status keterpelajaran yang tinggi. Mingke melawan, bagaimana mungkin di Hindia yang Berbangsa-ganda dibuat organisasi yang hanya diperuntukkan pada bangsa Jawa? Dia tidak setuju.

Bersama teman-temannya yang masih bisa bekerjasama di Sjarikat Prijaji yang telah mati ia membangun kembali sebuah organisasi berbangsa ganda, dengan landasan keanggotan berdasar Agama dan Dagang secara luas. Sjarikat Dagang Islamiyah. Organisasi ini melambung jauh meninggalkan keprimitifan Boedi Oetomo. Mengadopsi teknik propaganda Boedi oetomo dengan alat yang lebih efektif yaitu harian ‘Medan’ hingga propagandis terpercaya yang langsung terjun ke seluruh penjuru tanah air, menyosialisasikan senjata pamungkas SDI yaitu Boycott. Mingke mempersenjatai anggotanya dengan Boycott ini untuk melawan kesewnang-wenangan aturan yang diterapkan Gubermen Hindia pada pribumi sambil terus membantu memecahkan permasalahan hukum yang di alami bangsanya.

Perjuangannya tak mudah, bersama istrinya yang baru, Prinses van kasiruta, soranga putri di daerah Maluku yang dibuang ke jawa bersama ayahnya, membendung serangan serangan dari kelompok indo, dan belanda yang tidak senang pada sepak terjang mereka. Hingga akhirnya....

No comments:

Post a Comment