Rumah Kaca
"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia."
Jacques Pangemanann adalah seorang Indo berdarah Menado yang
berpendidikan Prancis, dipercaya oleh Gubermen sebagai komisaris polisi di
Batavia. Seorang hamba Gubermen yang tunduk dan patuh meski hati, prinsip,
serta jiwa intelektualnya tergilas habis dihadapan perintah atasan. Demi
jabatan, kehormatan semu, uang, dan kesenangan. Buku Rumah Kaca ini bercerita
dengan sudut pandang pertama dari seorang Pangemanann. Perjalanan serta sepak
terjangnya menghadang organisasi-organisasi serta meredam perlawanan terhadap
Gubermen yang mulai tumbuh di Hindia akibat triger Sang pemula, yang
dianggapnya sebagai gurunya, yang dihormatinya, Raden Mas Mingke. Diangkat
masuk ke dalam kantor Algemeene Secretarie sebagai staf ahli semakin
memudahkannya bekerja mengawasi setiap hal yang berkembang di Hindia hanya
melalui berkas-berkas, surat-surat, hasil sadapan, yang disebutnya sebagai
“Rumah Kaca”. Transparan, tak ada yang dapat disembunyikan dari seorang
Pangemanann, menghancurkan perlawanan pribumi dengan kegiatan pe-“rumah
kaca”-annya.
Raden Mas Mingke yang telah di buang ke Halmahera juga
akibat kegiatan perumahkacaan Pangemanann ketika menjabat komisaris polisi.
Sangat tragis bagaimana bangsa sendiri menghancurkan lainnya yang sedang
berjuang utnuk memerdekakakan bangsanya dari kebodohan dan dari penindasan,
hanya demi jabatan dan harta.
Disini banyak disinggung bagaimana pertentangan hati
pangemanann yang sebenarnya juga tidak mau melakukan ini semua, namun selalu
saja kalah dan tersapu oleh egonya.
Buku ini menampilkan reka ulang sejarah dari balik layar
yang sangat gamblang dan menarik tentu saja dengan gaya bahasa Pram yang begitu
unik dan memberikan nutrisi terbaik bagi intelegensia kita. Sungguh luar biasa
dan mengagumkan. Secara umum tetralogi pulau buru terangkum dalam buku terakhir
ini, menyuguhkan epilog tragis yang sangat menguras otak dan hati setiap
pembacanya pasti.
Dapat ditelaah secara mendalam bahwa kisah dalam buku ini
merupakan cerminan kegiatan orang-orang Pemerintahan yang busuk, menggilas
bangsanya sendiri, korupsi, pelacuran, suap-menyuap, menjilat atasan dan
sebagainya. Pada zaman di terbitkannya, buku ini di hadang pemerintahan orde
baru yang tentunya merasa tertikam dengan tulisan-tulisan menyindir Pram. Merka
mengetahui, dan lebih mengetahui bahkan dari pada Pram kebenran tulisan Pram,
sehingga buku ini ditolak mentah mentah. Buku mahakarya Pram yang luarbiasa ini
tak pantas diiperlakukan seperti itu. Inilah warisan, harta benda tak ternilai
yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Hal-hal yang menutup tabir
sejarah semoga bisa terbongkar dan diperbaiki, demi kebenaran, bukan demi
kepentingan. Meski itu pahit dan tak mengenakkan.
Sekian
Salam takzim
ulasan yang epik.
ReplyDeleteada buku lain lagi yang se-epic karyanta pram ga?
klo gak ada, maka 'kemajuan' (dlm sastra) baiknya dihapus saja dr kamus umat manusia.