Friday, September 6, 2013

Indonesian's Epic Tetralogy (part 3 end)

Rumah Kaca

"Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang. Karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka “kemajuan” sebagai kata dan makna sepatutnya dihapuskan dari kamus umat manusia."


Jacques Pangemanann adalah seorang Indo berdarah Menado yang berpendidikan Prancis, dipercaya oleh Gubermen sebagai komisaris polisi di Batavia. Seorang hamba Gubermen yang tunduk dan patuh meski hati, prinsip, serta jiwa intelektualnya tergilas habis dihadapan perintah atasan. Demi jabatan, kehormatan semu, uang, dan kesenangan. Buku Rumah Kaca ini bercerita dengan sudut pandang pertama dari seorang Pangemanann. Perjalanan serta sepak terjangnya menghadang organisasi-organisasi serta meredam perlawanan terhadap Gubermen yang mulai tumbuh di Hindia akibat triger Sang pemula, yang dianggapnya sebagai gurunya, yang dihormatinya, Raden Mas Mingke. Diangkat masuk ke dalam kantor Algemeene Secretarie sebagai staf ahli semakin memudahkannya bekerja mengawasi setiap hal yang berkembang di Hindia hanya melalui berkas-berkas, surat-surat, hasil sadapan, yang disebutnya sebagai “Rumah Kaca”. Transparan, tak ada yang dapat disembunyikan dari seorang Pangemanann, menghancurkan perlawanan pribumi dengan kegiatan pe-“rumah kaca”-annya.

Raden Mas Mingke yang telah di buang ke Halmahera juga akibat kegiatan perumahkacaan Pangemanann ketika menjabat komisaris polisi. Sangat tragis bagaimana bangsa sendiri menghancurkan lainnya yang sedang berjuang utnuk memerdekakakan bangsanya dari kebodohan dan dari penindasan, hanya demi jabatan dan harta.

Disini banyak disinggung bagaimana pertentangan hati pangemanann yang sebenarnya juga tidak mau melakukan ini semua, namun selalu saja kalah dan tersapu oleh egonya.

Buku ini menampilkan reka ulang sejarah dari balik layar yang sangat gamblang dan menarik tentu saja dengan gaya bahasa Pram yang begitu unik dan memberikan nutrisi terbaik bagi intelegensia kita. Sungguh luar biasa dan mengagumkan. Secara umum tetralogi pulau buru terangkum dalam buku terakhir ini, menyuguhkan epilog tragis yang sangat menguras otak dan hati setiap pembacanya pasti.

Dapat ditelaah secara mendalam bahwa kisah dalam buku ini merupakan cerminan kegiatan orang-orang Pemerintahan yang busuk, menggilas bangsanya sendiri, korupsi, pelacuran, suap-menyuap, menjilat atasan dan sebagainya. Pada zaman di terbitkannya, buku ini di hadang pemerintahan orde baru yang tentunya merasa tertikam dengan tulisan-tulisan menyindir Pram. Merka mengetahui, dan lebih mengetahui bahkan dari pada Pram kebenran tulisan Pram, sehingga buku ini ditolak mentah mentah. Buku mahakarya Pram yang luarbiasa ini tak pantas diiperlakukan seperti itu. Inilah warisan, harta benda tak ternilai yang dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Hal-hal yang menutup tabir sejarah semoga bisa terbongkar dan diperbaiki, demi kebenaran, bukan demi kepentingan. Meski itu pahit dan tak mengenakkan.

Sekian


Salam takzim

1 comment:

  1. ulasan yang epik.
    ada buku lain lagi yang se-epic karyanta pram ga?
    klo gak ada, maka 'kemajuan' (dlm sastra) baiknya dihapus saja dr kamus umat manusia.

    ReplyDelete