Bahkan seharusnya, karya - karya beliau dijadikan bacaan wajib, setidaknya di sekolah menengah atas lah, seharusnya, buku - bukunya juga tersedia di setiap perpustakaan di negeri ini. Miris sekali rasanya, melihat kampusku tidak memiliki koleksi hasil karya beliau.
Selama 10 hari penuh, aku baru bisa menyelesaikan dua bukunya, Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa.
Bumi Manusia
Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana;biar penglihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur, perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangis kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput
Ceritanya
berkisah pada seorang pemuda yang bernama Minke. Latar suasana yang dibangun
dalam cerita ini yaitu pada tahun 1890-an, masa transisi abad 19 ke abad 20 di
daerah Jawa, tepatnya Surabaya. Minke yang mendapat kesempatan bersekolah
di HBS-sekolah belanda-karena ayahnya adalah seorang bupati di suatu daerah,
menjadikan dia dekan dengan ilmu, tata cara, dan daya pikir orang – orang eropa.
Saya tidak akan menceritakan dengan jelas siapa-siapa saja tokoh yang masuk dan
keluar di dalam kisah seorang Minke ini. Bagian yang paling utama adalah kisah
cintanya dengan seorang gadis, Annelies Mellema, peranakan dari bapak Belanda bernama
Herman Mellema yang memiliki perusahaan pertanian Boerderij Buitenzorg dengan seorang Gundik yang bernama sanikem, atau
lebih dikenal dengan Nyai ontosoroh.
Nyai Ontosoroh
disini juga memainkan peranan penting, tidak berskolah namun memiliki
pengetahuan yang begitu luas. Hanya seorang gundik namun mengenal kesopanan dan
tata krama yang baik. Pemikirannya luar biasa untuk seorang wanita di zamannya.
Disini Pram menggambarkan bahwa dengan belajar dan mencari ilmu dimanapun akan
sangat berguna untuk mengubah nasib.
Kisah percintaan
Annelies dan Minke terhalang ketika anak sah tuan Mellema meminta haknya
sebagai anak yang ditinggalkan bersama
dengan ibunya di Netherland.
Sangat panjang
dan sulit perjuangan yang harus ditempuh Minke dan sahabat-sahabatnya untuk
mempertahankan Annelies yang harus dipisahkan dengan Minke ihwal perwalian yang
diharuskan oleh hukum Netherland. Pram menuliskan kisah ini sangat jelas dan
mendetail dengan gaya bahasanya yang khas, mendeskripsikan sesuatunya sampai
sebenar-benarnya bagaikan saya hadir menyaksikan kesusahan yang dialami Annelies dan
suaminya Minke.
Silahkan
saja teman – teman membacanya. Entahlah, lebih baik menurut saya dibilang saja
WAJIB DIBACA oleh setiap orang yang mengaku terpelajar. Tidak, tidak, ini
seharusnya menjadi bacaan wajib setiap rakyat Indonesia. Biar mereka mengenal,
dan mengenang, bahwa kehilangan seorang Pramoedya Ananta Toer, adalah
kehilangan besar bagi Dunia.
Anak Semua Bangsa
Jangan remehkan satu orang, apalagi dua, karena satu pribadi pun mengandung dalam dirinya kemungkinan tanpa batas
Di buku
kedua ini dicertakan tentang kepergian Annelies ke Netherland, hingga harus
menghembuskan nafas terkhirnya disana, hanya beberapa hari setelah ia berlabuh.
Tak ayal
hal itu sangat memukul Nyai dan Minke beserta para sahabatnya. Singkat cerita
lagi, nyai dan Minke pergi ke kediaman nyai dulu sebelum ia dijadikan gundik. Disinilah
pokok permasalahan pada buku ini. Minke harus menyadari bahwa ilmu yang
dimiliknya hendaknya digunakan untuk membantu bangsanya sendiri. Minke sendiri
telah banyak menulis di surat kabar dengan bahasa belanda, namun tidak pernah
dengan bahasa bangsanya. Disini ia harus berjibaku dengan beragam pemikiran
yang dari semua sisi menekannya untuk bisa melihat kenyataan bahwa bangsanya
harus bisa hidup mandiri tanpa adanya campur tangan dari belanda. Banyak berkaca
dari bangsa jepang yang telah disejajarkan dengan bangsa eropa, serta
pemberontakan Jose Rizal kepada kolonial spanyol di daerahnya, Filipina.
Namun kisah
mengenai dirinya dan keluarganya di Wonokromo belum juga terhapus benar. Anak sah Herman Mellema masih ingin untuk mengambil alih perusahaan yang telah di bangun
oleh nyai selama ini. Persidangan tentang kematian Tuan Mellema pun tak kunjung
selesai.
Buku
ini menceritakan bahwa kondisi saat itu merupakan titik balik yang ditempuh
oleh kalangan terpelajar bangsa untuk bisa berdiri sendiri, menghapuskan
penjajahan dari bumi pertiwi, berdiri, dan menyejajarkan diri mereka dengan
bangsa kulit putih yang selama ini telah merongrong 300 tahun.
Masih
ada 2 buku lagi yang belum sempat aku baca. Semoga di kesempatan berikutnya,
resume 2 buku epic tetralogy lainnya yaitu Jejak
Langkah dan Rumah Kaca, bisa aku
sajikan dengan lebih baik. Semoga timbul minat para pemuda bangsa ini untuk
lebih rajin lagi membaca, mencermati karya – karya luar biasa anak-anak bangsa
ini. Semoga karya yang ciptakan ini menjadi amal yang tiada putusnya bagi mu,
Pramoedya Ananta Toer. Semoga damai disisi-Nya.
Pramoedya Ananta Toer (6 Februari 1925 – 30 April 2006) |
No comments:
Post a Comment