Sunday, May 26, 2013

Pendidikan Tinggi - Saatnya Berbenah


Kepada seluruh seman – teman mahasiswa, para pejuang intelektual muda, tahukah kalian isu yang sedang berkembang tentang pendidikan tinggi kita? Aku harap kalian sudah lebih tau dari pada aku ya. Sebenarnya isu ini sudah cukup lama berkutat tiada habisnya. Diawali dari pengajuan judicial review oleh mahasiswa dari Sumatera barat yang memiliki anggapan bahwa UU No.12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi masih memiliki unsur komersialisasi universitas yang ujungnya akan membuat uang kuliah menjadi lebih mahal dan tidak terjangkau bagi rakyat menengah ke bawah.

Sedikit menelisik kebelakang tentang bagaimana keadaan pendidikan tinggi sebelum dikeluarkannya UU PT ini. Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN) merupakan satu bentuk badan hukum Perguruan Tinggi di Indonesia yang telah dibentuk melalui PP Nomor 152-155 Tahun 2000 tentang pembentukan perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) yakni Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Institut Teknik Bandung (ITB), Univeritas Airlangga (Unair), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Sumatera Utara (USU). Pada tahun 2010 telah dihapuskan golongan perguruan tinggi BHMN atau badan hukum milik negara yang tujuan awalnya adalah untuk membantu perguruan tinggi memprivatisasi dirinya sejalan dengan dikeluarkannya UU BHP. UU BHP memberikana amanat bahwa penyeragaman lembaga pendidikan perlu dilakuakan, tidak hanya PT-BHMN diatas, namun seluruh aspek pendidikan hingga ke jenjang sekolah dasar. UU Badan hukum Pendidikan (BHP) yang umurnya sangat singkat ini di-ultra petitum oleh Mahkamah Konstitusi. “MK menilai, UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengabulkan secara keseluruhan semua permohonan pemohon,” tegas Ketua MK Mahfud MD (31/3/2010). Amar keputusan MK antara lain:
  •           Tidak boleh menyeragamkan bentuk lembaga pendidikan
  •           Pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab keuangan terhadap lembaga pendidikan
  •           Tidak terjadi liberalisasi dan komersialisasi

Selama tidak adanya UU yang menaungi pendidikan tinggi selepas dimusnahkannya UU BHP ini, perguruan tinggi memakai aturan PP 154 yang umurnya hanya 3 tahun sejak ditetapkan yaitu pada bulan September 2010 dan akan segera berakhir di bulan September 2013, sementara itu UU PT sedang diperkarakan di MK yang tak kunjung terlihat adanya putusan.
Sebenarnya seperti apa UU PT itu? Apakah benar Undang – Undng ini masih bobrok sama dengan pendahulunya? Ataukah sebenarnya sudah sesuai UUD 1945, namun pengaju PK ke MK masih salah menginterpretasikannya?

Sebenarnya yang terutama dipermasalahkan yaitu adanya redaksi “Uang Kuliah Tunggal” atau UKT yang muncul dalam UU PT ini. Ada dua interpretasi yang muncul dalam redaksi ini. Pertama, uang kuliah disamaratakan nominalnya seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Kedua, penyebaran atau pendistribusian uang kuliah ke setiap semester tanpa adanya uang pangkal ketika mahasiswa pertama kali masuk perguruan tinggi.

Untuk kampusku sendiri, masalah ini sudah dari jauh hari terpecahkan. Sistem kami menganut pembagian standar uang kuliah menjadi 8 cluster. Pembagian ini dilakukan berdasarkan tingkat penghasilan orang tua. Dari kedelapan cluster ini akan terjadi sistem subsidi silang, dimana si kaya akan membayarkan jumlah uang kuliah lebih besar sesuai penghasilan orang tuanya, sedang kan yang kurang mampu membayar lebih sedikt. Namun, kekurangan pembayaran oleh orang yang kurang mampu akan disubsidi dari kelebihan pembayaran mahasiswa yang mampu tanpa adanya diskriminasi perlakuan apapun. Sistem ini menjadi role model untuk pembiayaan perguruan tinggi di Indonesia. Dengan adanya uang kuliah tunggal ini, IPB akan melaksanakan ketentuan tersebut dengan cara membagi rata nilai yang harus dibayarkan mahasiswa kedalam 8 semester, tanpa ada uang pangkal di tahun pertama yang notabene memberatkan mahasiswa di awal, sekaligus juga tetap menerapkan sistem 8 cluster subsidi silang yang sudah teruji sangat ampuh.

Sementara itu, melalui UU PT ini, pemerintah tidak bisa lepas tangan terhadap perguruan tinggi. Pemerintah akan menggelontorkan dana melalui Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang besarnya malah mencapai krang lebih 40 % dari kebutuhan dana perguruan tinggi. Jumlah tersebut terbilang sangat besar yang malah menjadi sumber dana terbesar bagi perguruan tinggi negeri, IPB contohnya. Hal ini juga memenuhi amar keputusan MK yang mengamanatkan bahwa pemerintah tidak boleh lepas tanggung jawab terhadap keuangan lembaga pendidikan.

Itulah sedikit gambaran permasalahan kampus saat ini, semoga saja para petinggi kampus kita selalu open mind terhadapa sesuatu yang baik, tidak selalu mempertahankan kebiasaan lama yang merugikan dengan alasan apapun. Begitu pula untuk mahasiswa sahabat – sahabaku, para pejuang intelektual. Kita harus lebih cerdas menafsirkan sesuatu, melihatnya dari berbagai sudut.

Semoga kita para pemuda - yang akan menglami demographic dividen terbesar, sementara itu negara – negara maju mengalami aging society - bisa terdidik dengan baik sampai ke jenjang perguruan tinggi. Inilah cita – cita kita untuk melejitkan bangsa kita yang sudah tertinggal cukup jauh dari bangsa lain.

No comments:

Post a Comment